BOYOLALI-mediajatengindonesia.com-
Kabupaten Boyolali adalah Daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan di utara, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta di timur, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) di selatan, serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang di barat, hari ini awak media mencoba menelisik lebih dalam terkait beberapa situs peninggalan Jaman Mataram Kuno yang banyak ditemukan tersebar dibeberapa Wilayah Boyolali.(13/02/2025)
Satu diantara sekian banyak situs yakni Situs CABEAN KUNTI (Sendang Pitu) menurut pemaparan dari Kepala Desa Cabeankunti, Cepogo, Boyolali, dikatakan "Situs Petirtaan Cabean Kunti ini memiliki tujuh kolam (Sendang Pitu) di pinggir Sungai Kunti, berurutan dari barat, Sendang Jangkang, Sidotopo, Pertapan, Palereban/Lerep, Kaprawitan/ Lanang, Panguripan/ Derajat, Wadon Kaputren Pengantin, dan Semboja/ Kembar Kesucian, kemudian Sendang Sidotopo ini juga punya relung berelief di tengah dinding belakang, yang bermotif tanaman di luar dan berupa burung dan sosok manusia di dalam, diperkirakan sendang patirtaan tersebut dibangun pada sekitar abad 8 pada zaman Mataram Kuno, oleh Raja Dyah Wawa dari Wangsa Syailendra, atau pada era sekitar Mataram Kuno (abad IX-X), dengan langgam arsitektur dan gaya seni yang mirip, juga pelipit bentuk padma rata, relief naturalis, serta pahatan yang dalam, setiap 35 hari biasanya diadakan kegiatan bersih-bersih sumber (nawu) tiap yakni tiap Selasa Kliwon pagi, lalu malamnya ada pementasan wayang, sebab dipercaya oleh masyarakat sekitar bila tidak di upacarai atau kenduri maka air akan menyusut, maka biasanya setelah di bersihkan akan ada kenduri dan pementasan wayang, situs ini terdaftar dengan Regnas CB.414 dan SK Penetapan Menteri PN1.03 PW.007/MKP/2010 8 Januari 2010, menurut Disdikbud tahun 2023," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Terkait dengan upaya pelestarian sendiri sudah ada ditempatkan beberapa juru pelestarian (Jupel) dari balai pelestarian budaya dan purbakala dilokasi tersebut, dan ada juga juru pelestarian dari pemerintah daerah, mengenai kearifan lokal disini ada upacara atau tradisi Sadranan Ruwahan untuk keseluruhan nanti jatuh pada tanggal 21 Februari 2025 dimakan-makam warga, lalu terkait dengan Sendang Pitu, tersebut ritualnya berbeda nanti ada sendiri, biasanya tiap malam Selasa Kliwon kalau kegiatan disana, jadi paginya ada bersih-bersih nawu sumber, lalu kenduri syukuran mata air dan malamnya ada pementasan wayang, terkait dengan pementasan wayang ini biasanya tiap tiga bulan sekali, dan memang rebutan dalangnya jadi banyak dalang baik lokal maupun luar daerah itu yang pingin menggelar pementasan wayang di lokasi tersebut, sebab dipercaya setelah pementasan disana kedepan'nya akan semakin laris, namun itu ya hanya sebuah kepercayaan ya mas, artinya semacam sugesti atau apalah saya juga kurang paham yang pasti banyak pihak yang ingin tampil menggelar pementasan wayang pada saat kegiatan tersebut, karena itu sebenarnya justru tidak terlalu banyak biaya untuk kegiatan tersebut sebab biasanya sudah di handle dari dalangnya yang akan melakukan pementasan,"terangnya.
Dijelaskan bahwa "Dinamakan Sendang Pitu itu karena ada banyak versi ya, baik secara historis, mitologi, maupun cerita rakyat, serta dilihat dari bebatuan andesit yang serta relief yang ada disana, yang pasti karena jumlah sendang atau sumber airnya ada 7 yakni 3 disebelah kanan jembatan dan 3 di sebelah kiri jembatan, yakni Sendang Jangkang, Sendang Sidotopo, Sendang Palerepan, Sendang Panguripan, Sendang Lanang, Sendang Kaputren, serta satu agak jauh yang dinamakan sendang semboja atau sendang kesucian, jadi dari masing-masing sendang tersebut memang dipercaya memiliki karomah atau keistimewaan tersendiri, makanya kemudian banyak wisatawan yang menyebutnya sebagai daerah wisata religi, sebab bila diatas jam sepuluh malam, memang biasanya banyak yang berkunjung, baik melakukan semedi, berdoa, maupun dan yang lainnya seperti kungkum (berendam di air) serta banyak aktifitas lain yang berhubungan dengan religi atau kepercayaan," paparnya.
Jadi awal 2020 itu kan situs ini baru masuk sebagai daerah cagar budaya, trus kemudian ada Corona, jadi dulu sempat mau dikembangkan lebih lanjut namun karena situasi pandemi covid saat itu kemudian belum jadi terealisasi, memang sempat kita mendapat bantuan dari pemerintah sebesar seratus juta, dan sudah dipakai untuk membangun joglo itu yang diatasnya, lah baru sebatas itu, kemudian tadi baru saja saya bertemu dengan pihak Pertamina guna pendampingan dan akan memberikan CSR guna pembangunan atau pelestarian lebih lanjut terkait dengan situs tersebut, ya semoga dengan adanya upaya kerjasama dengan Pertamina nantinya situs tersebut bisa lebih terawat dan ada pendampingan pun pengembangan lebih lanjut," terang Kades Khamid Winarti.
"Jadi kalau dari cerita menurut sumber arpus (arsip pustaka) daerah, itu baru dari versi cerita rakyat, padahal kalau dilihat dari struktur dan batuan penyusunannya memang ada kaitan'nya dengan candi Prambanan dan Borobudur, atau jaman Hindu Budha saat itu, beberapa waktu lalu kan juga ditemukan penemuan situs di gunung wijil yang berkaitan dengan kebudayaan pada masa tersebut, makanya sebenarnya baik secara historis dan bebatuan memang sebenarnya ada kaitan antara situs patirtan Sendang Pitu atau, Patirtan Cabean Kunti tersebut, mungkin juga dengan Kerajaan pengging dan candi Prambanan cuma memang masih dalam tahap penggalian sumber-sumber dan bukti pendukung lainnya, makanya ditempatkan dua orang Jupel dari Candi Prambanan disana, untuk penelitian dan pelestarian, kemudian mengenai hal tata ruang semenjak dua puluh tahun belakangan, itu menurut dugaan saya pribadi ada semacam kesalahan, sebab dulunya itu ada sekitar 53 sumber air yang kemudian dimanfaatkan oleh warga sekitar jadi dibikin sumur-sumur warga, yang langsung mengambil dari sumber mata air tersebut, makanya kemudian bila musim kering sendang tersebut juga ikut kering, nah ini apakah ada kaitannya dengan pemanfaatan air oleh warga atau tidak kami juga belum tahu pasti, untuk melakukan pelarangan juga kami belum bisa, sebab belum ada kepastian yang jelas terkait aliran sumber mata air tersebut, dalam hal ini dari pihak pemdes hanya sebatas melakukan upaya-upaya pelestarian sesuai kewenangannya, dengan giat pembersihan sendang sebagai upaya pelestarian dan kenduri sebagai wujud syukur, akan kelimpahan air dan menghimbau agar masyarakat tidak membuang limbah di aliran sungai tersebut, sebab kan banyak warga yang beternak sapi disini, terkadang tidak menghiraukan himbauan dan mereka membuang limbahnya di aliran sungai tersebut, hal inilah yang terkadang membuat kami pusing." cerita Pak Kades.
Sempat bahkan ada beberapa warga yang nekat membuang limbah peternakan sapi tersebut di aliran sungai, bukan hanya kita peringatkan malah justru kita fasilitasi bersama Gapoktani, kita sewakan sebuah lahan tanah agar limbahnya dibuang disana dan jangan membuang ke sungai, nantinya limbah tersebut bisa dimanfaatkan jadi pupuk bagi para petani, sempat berjalan sementara waktu saja, namun kemudian nekat membuang lagi di sungai nah ini terkadang yang membuat kami dilematis, sebab itu juga warga kami dan satu sisi kita juga ingin ikut merawat dan melestarikan situs tersebut, di sisi lain warga masih membandel," jelasnya.
Kalau harapan kami "Ya mohon Pemerintah Daerah maupun provinsi, ikut turun tangan membantu persoalan ini, lebih lanjut, sebab bila hanya pemdes, kan skala prioritas kami tetap pada infrastruktur dan apa yang jadi keperluan warga, untuk hal-hal yang kaitan'nya dengan pelestarian memang kami belum bisa banyak berbuat, sebenarnya ada keinginan buat mengadakan semacam acara atau festival budaya begitu, dengan bersinergi bersama warga sekitar untuk menggelar UMKM disekitar, pada saat kegiatan, namun ya itu tadi masih terbentur pada pendanaan dan para pelaku budayanya sendiri, sebab mayoritas warga Desa itu ya pendidikan'nya kan hanya rendah, jadi untuk SDM memnag kita akui masih kekurangan dan belum mampu untuk bisa mensinergikan antara SDA dan kearifan lokal serta budaya dan pariwisata lokal, sebab kan memang dibutuhkan pemikiran-pemikiran dari berbagai pihak, kalau dari pemdes sendiri memang sifatnya kita hanya mensupport sebab prioritas kami tetap pada persoalan yang terkait dengan kebutuhan warga, bila untuk melangkah lebih jauh memikirkan terkait dengan upaya pelestarian dan pengembangan memang butuh perhatian khusus dari pemerintah Daerah, kemampuan kami saat ini ya baru ikut mengupayakan dengan mencarikan CSR dari pertamina, dan melaksanakan giat rutin bersih sumber atau sendang, untuk lebih jauh memang perlu pemikiran dari berbagai pihak untuk sama-sama memikirkan terkait dengan pengembangan dan keberlanjutan Sendang Pitu tersebut, khawatirnya bila kita melangkah lebih jauh nanti justru tanggung jawab kita guna kebutuhan warga malah fokusnya terbelah." pungkasnya.
Terpisah Agus salah seorang pengunjung yang sempat ditemui awak media sedang asyik menikmati pemandangan alam di sekitar lokasi mengatakan "Situs ini bagus sekali namun kurang terawat, dan sepertinya belum dimaksimalkan potensinya oleh pemdes maupun Pemda setempat, semoga kedepan ada proyeksi lebih lanjut dari pemerintah daerah terkait dengan situs ini, sebab sangat disayangkan bilamana potensi pariwisata lokal seperti ini tidak rawat apalagi banyak nilai historis dari tempat ini, semestinya situs ini bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat Desa disekitarnya, dan menjadi referensi sejarah bagi para wisatawan yang mengunjungi Boyolali," paparnya.
( Pitut Saputra )