Cianjur, 5 November 2024 – Penundaan berlarut, barang bukti yang "hilang", dan kesehatan terdakwa yang terabaikan, menjadi potret buram penanganan kasus Antonius anak dari Lukminto yang kembali disidangkan kemarin, 4 November 2024. Publik pun mempertanyakan komitmen penegak hukum dalam menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran.
Sidang yang diagendakan untuk pembacaan tuntutan, justru berujung pada pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang belum siap. Ini adalah penundaan kedua kalinya, mengabaikan tenggat waktu yang telah ditetapkan Majelis Hakim. “Minggu depan harus sudah jadi, jangan ada penundaan lagi karena terkesan kita ini bekerja tidak disiplin,” tegas Hakim pada sidang sebelumnya. Namun, peringatan tersebut ternyata tak diindahkan.
Ketidaksiapan JPU ini memicu protes dari pihak kuasa hukum terdakwa. “Klien kami berhak mendapatkan proses peradilan yang cepat dan adil,” ujar Adv.Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md.
*Barang Bukti yang "Hilang" dan Kesehatan yang Memburuk*
Persoalan lain yang mencuat adalah permintaan pengembalian barang-barang milik terdakwa yang tidak menjadi barang bukti, seperti laptop dan HP. Barang-barang tersebut disita saat penangkapan pada 17 April 2024 dan dibutuhkan keluarga untuk mengakses data pelaporan pajak.
Hakim dan Jaksa mengaku tidak menerima barang-barang tersebut saat pelimpahan berkas. Lydia Oktavia selaku Keluarga terdakwa pun mendatangi Polres Cianjur didampingi Bapak Advokat Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md. ( Pendiri & Ketum FERADI WPI sekaligus Pimpinan Firma Hukum Subur Jaya dan Rekan) yang didampingi tim yaitu Waketum III DPP FERADI WPI Bp. M. Arifin, S.Sos., Ketua DPD FERADI WPI JABAR Bp. Haji Adang Bahrowi, S., CHT., Bendahara Umum IV DPP FERADI WPI Bp. Muhammad Adji Setiaji, c.Ketua DPC FERADI WPI Bandung Barat Bp. Suryana, Beserta Segenap Jajaran Pengurus DPD FERADI WPI JABAR Bp. Ratim, Bp. Ario Adiputra, Bp. Otong Samsuri, Bp. Advokat Luki Ardiyansyah, S.H. dan rekan rekan awak media,
dari Feradi WPI - SUBUR JAYA LAWFIRM. Dan mendapatkan janji pengembalian dari Kanit 1 DK.
Lydia menyampaikan : Di sisi lain, kondisi kesehatan terdakwa yang menderita skizofrenia paranoid semakin memburuk karena tidak mendapatkan akses pengobatan rutin. Ironisnya, meski saksi dokter spesialis kejiwaan telah menegaskan pentingnya pengobatan rutin, terdakwa justru tidak mendapatkannya.
Dan juga saya menyampaikan keprihatinan atas kondisi ibu terdakwa yang sakit-sakitan sejak penahanan anaknya. Kami khawatir terdakwa tidak sempat berjumpa ibunya dalam kondisi bebas.
*Panggilan untuk Mengubah Mindset JPU*
Beberapa hal yang harus kita reungkan ujar Lydia Oktavia :
---Menyikapi berbagai persoalan dalam penanganan kasus ini, pihak keluarga terdakwa menyampaikan pesan mendalam kepada para penegak hukum, khususnya JPU.
“Mindset JPU di negara ini harus diubah. Jangan berpikir bahwa dalam bersidang harus selalu menang dan berhasil menghukum orang. Sebagai penegak hukum, seharusnya yang dijunjung tinggi adalah keadilan dan kebenaran di atas apapun. Lebih baik mencegah kejahatan daripada menghukum-menghukum saja,” tegas pihak keluarga.---
Berikutnya
---Harapan untuk Keadilan
Kasus kakak saya ini menjadi cermin bagi sistem peradilan di Indonesia. Penundaan yang berlarut-larut, persoalan barang bukti, dan pengabaian terhadap kesehatan terdakwa, menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen dalam mewujudkan keadilan.
Publik menanti langkah nyata dari para penegak hukum untuk memastikan proses peradilan yang adil, cepat, dan manusiawi. *Semoga keadilan tegak sesegera mungkin, sebelum terlambat.*---