Barang Bukti yang diduga "Hilang", dan Kesehatan Terdakwa yang Memburuk- Kisah pilu Antonius anak dari Lukminto |
Cianjur, 5 November 2024 – Sidang lanjutan kasus 262 yang digelar kemarin, 4 November 2024, kembali diwarnai penundaan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Penundaan ini merupakan yang kedua kalinya, menambah daftar panjang kekecewaan publik terhadap jalannya proses peradilan.
*Permintaan Pengembalian Barang Bukti*
Selain penundaan tuntutan, sidang kemarin juga diwarnai dengan permintaan pihak keluarga terdakwa untuk pengembalian barang-barang yang tidak menjadi barang bukti. Barang-barang tersebut, antara lain laptop dan HP baru yang belum pernah dipakai, ikut disita pada saat penangkapan 17 April 2024 lalu.
Keluarga terdakwa menjelaskan bahwa mereka membutuhkan laptop tersebut untuk mengakses data pelaporan pajak CV milik terdakwa. Mereka mengaku telah menerima surat teguran dan denda yang terus berjalan dari kantor pajak. Selama ini, terdakwa sendirilah yang rutin melapor pajak, dan data-data yang dibutuhkan hanya ada di laptop tersebut.
Ketika kuasa hukum terdakwa menanyakan kepada Hakim dan JPU mengkonfirmasi bahwa mereka tidak menerima barang-barang tersebut saat pelimpahan berkas perkara. Hakim kemudian menghimbau keluarga terdakwa untuk mendatangi Polres Cianjur guna meminta barang-barang tersebut.
Menindaklanjuti himbauan Hakim, keluarga terdakwa beserta tim kuasa hukum yaitu Bapak Advokat Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md. ( Pendiri & Ketum FERADI WPI sekaligus Pimpinan Firma Hukum Subur Jaya dan Rekan) yang didampingi tim yaitu Waketum III DPP FERADI WPI Bp. M. Arifin, S.Sos., Ketua DPD FERADI WPI JABAR Bp. Haji Adang Bahrowi, S., CHT., Bendahara Umum IV DPP FERADI WPI Bp. Muhammad Adji Setiaji, c.Ketua DPC FERADI WPI Bandung Barat Bp. Suryana, Beserta Segenap Jajaran Pengurus DPD FERADI WPI JABAR Bp. Ratim, Bp. Ario Adiputra, Bp. Otong Samsuri, Bp. Advokat Luki Ardiyansyah, S.H. dan rekan rekan awak media,
dari Feradi WPI - SUBUR JAYA LAWFIRM mendatangi Polres Cianjur. Di sana, mereka bertemu dengan Kanit 1 Bapak DK yang mengatakan bahwa barang-barang tersebut ada di penyidik R yang menangani kasus ini. Namun, penyidik tersebut sudah dipindahkan ke unit 3 Polres Cianjur. Kanit DK berjanji akan secepatnya mengembalikan semua barang-barang tersebut.
*Kondisi Kesehatan Terdakwa dan Ibunya*
Lydia selaku Keluarga terdakwa menyampaikan : "Kami
prihatin mendalam atas kondisi kesehatan kakak saya dan ibu kami. Ibu terdakwa saat ini sedang sakit-sakitan dan kondisi kesehatannya menurun drastis sejak penahanan anaknya. Keluarga merasa sangat khawatir terdakwa tidak sempat berjumpa ibunya dalam kondisi bebas. Selain itu, terdakwa juga tidak mendapatkan akses pengobatan rutin terkait penyakit yang dideritanya, skizofrenia paranoid. Padahal, saksi dokter spesialis kejiwaan yang dihadirkan JPU telah mengatakan dalam persidangan bahwa terdakwa harus minum obat rutin setiap hari agar tidak terjadi relaps.
Ironisnya, dalam sidang sebelumnya, pihak Jaksa menyatakan bahwa untuk memberikan obat kejiwaan, pasien harus hadir di ruangan praktek dokter spesialis kejiwaan. Namun, terdakwa justru tidak mendapatkan akses pengobatan dan dibiarkan saja." Ujar Lydia.
*Kekecewaan dan Harapan*
“Kami sangat kecewa dengan penundaan ini. Klien kami berhak mendapatkan proses peradilan yang cepat dan adil,” ujar Adv.Donny Andretti, S.H., S.Kom., M.Kom., C.Md. “Kami juga berharap Polres Cianjur segera mengembalikan barang-barang milik klien kami yang tidak terkait dengan kasus ini. Penundaan pengembalian barang bukti ini sangat merugikan klien kami,” tambahnya.
“Kami memohon kepada Majelis Hakim dan JPU untuk memperhatikan kondisi kesehatan terdakwa dan memberikan akses pengobatan yang layak. Kami khawatir kondisi kesehatan terdakwa akan semakin memburuk jika tidak segera ditangani,” ujar Lydia adik kandung terdakwa.
Menurut Lydia "Kasus Antonius anak dari Lukminto ini menjadi sorotan publik karena diduga ada pihak yang sengaja mengkriminalisasi terdakwa karena sudah meretas server bandar judi online sehingga tidak bisa beroperasi selama 12 jam sehingga mengalami kerugian banyak karena masyarakat tidak dapat bermain di situs judi online tersebut. Penundaan yang berlarut-larut, persoalan barang bukti, dan pengabaian terhadap kesehatan terdakwa dikhawatirkan akan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.